Langsung ke konten utama

Pada Suatu Masa




Sekarang... aku berjuang seorang diri. Ren dah di Surga
Malam ini, ada rasa segar menyeruak masuk dalam dada, tepat ketika mataku kuarahkan kelangit, yang meski tak biru, namun cukup indah untuk ukuran Jakarta. Bulan yang bersembunyi dibalik awan kelabu membawaku pada suatu waktu di tahun 2006. Saat itu aku dan Reni berdiri di depan kamar masing-masing di lantai 2. Desain rumah berbentuk U, membuat kami berhadapan meski berdiri saling beriseberangan. Dia diseberang sana dan aku ada diseberang sini. Nggak saling sapa, karena masing-masing punya kemarahan yang belum diselesaikan. Setelah bergulat dengan perasaanku sendiri aku mencoba mencairkan suasana dan ingin segera menyelesaikan ketidakenakan ini.

“Ren… boleh minta waktu ntar? Aku perlu bicara”
“Nggak. Aku nggak ada waktu. Lain kali aja” sambil berdiri memandang langit berbintang. Akupun diam, nggak mau mendesak, meski kutahu kalo sebenarnya dia nggak sedang sibuk. Hanya kemarahan yang ada dihatinya membuat waktu tak ada untukku. Beberapa menit kemudian dia turun kelantai dasar. Sekitar 15 menit kemudian dia telp kelantai 2. Aku tahu dia yang telp, dan …. Aku nggak ngangkat telp. Dua tiga kali dia telp akhirnya kuangkat juga gagang telp.

“turun dah… kita ngomong”

Pertengkaran sengit terjadi antara kami berdua. Mencoba mengungkapkan kemarahan masing-masing. Merasa nggak ada gunanya ngomong, lalu diam seribu bahasa, namun tak seorangpun beranjak pergi. 20 menit kemudian…

“Mur… sekarang kita bicara baik-baik yah… “ suaranya melembut. “kamu ungkapkan apa yang menjadi kemarahanmu dan perasaanmu. Ntar kita gantian. Gimana?”
“Ok”


Malam itu kami akhirnya berbicara dari hati-kehati. Mengungkapkan perasaan dan kemarahan masing-masing plus harapan masing-masing. Akhirnya saling memaafkan, salaman dan berpelukan. Kejadian ini berulangkali terjadi dan itu yang membuat kami semakin dekat. Bukan hanya konfrontasi dan bertengkar saat kami rasa itu perlu, namun juga saling sharing pergulatan masing-masing. Kadang sharing tentang hasrat yang sebenarnya membuatku atau dia malu cerita sama orang lain. Sharing pemikiran dan perasaan jelek yang kadang muncul. Sharing kejelekan masing masing dan jika perlu ngasih evaluasi. Sharing kebahagiaan dan kesedihan dan sekali-sekali saling mengungkapkan apa yang baik dan dia tidak suka dari diriku dan aku mengungkapkan apa yang baik dan aku nggak suka dari dirinya. Kami saling mengagumi kelebihan masing-masing dan sesekali saling menguatkan. Koreksio sisterna dan lain-lain. 



Banyak kegilaan dan kenakalan yang kami lakukan bersama. Bertengkar hari ini dan sangat akrab hari ini juga. Bertengkar paling sengit yang pernah kualami adalah dengan Reni. Namun persahabatan yang paling indah yang saling menguatkan, membangun yang pernah kualami salah satunya adalah dengan Reni. Meskipun kami sedang marahan tetapi tetap saling menjaga satu sama lain, setidaknya begitu menurut pemahaman dan pengalamanku. Chatting dan sms-an dari jarak kurang dari 1 meter kami lakukan (sambil bercanda dan menghibur diri), seakan kami sedang berada ditempat berbeda. Sepakat untuk tertawa bersama dan terbahak-bahak meski tak ada alasan yang lucu untuk ditertawakanpun kami lakukan. 


“Mur… tertawa yuk..”
“ayuk..”
Sembari saling menunjuk dan saling melihat ekspresi satu sama lain ……..“ahahahhahhhahhaahahahha wkwkwkkwkwkwkwkkw… ihihihiihihihihi ehehheheheheehhe uhuhuhuuhuhuhu… ohohoohohohohho…wkwkwkwkwk…” berbagai corak suara tawa lucu kami ciptakan untuk membuat kami berdua bisa tertawa terbahak bahak sampai capek. Sekedar menikmati waktu bersama dan menyalurkan emosi dan rasa yang bercokol didalam hati. 

Seabreg pengalaman indah, kualami bersama Reni. Dan aku ingin kembali ngalami kebersamaan itu dengannya, khususnya dalam situasiku saat ini. Tapi semua itu jelas tak lagi mungkin. Reni telah bahagia bersama Bapa di surga. Semilirnya angina malam ini, ternyata telah membawaku menyusuri perjalanan singkat bersama Reni (Handoko). Maka malam ini, aku hanya bisa menikmati kebersamaan dengannya, lewat bulan dan bintang dilangit sana dan angin semilir kukirimkan salam dan rindu sambil ngucap doa dan ungkapan terima kasihku untuknya. 

Ren.... kangen ma elu. sure gua kangen ma lu... 
sini dong.... temenin gua.

mmmm... yo wes dah. Ma-kasih yo Han(Doko), doakan aku. See you.

Murni (Hon-ey-moon)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TAPI memang AKU RINDU

Thn 2011. nama-mu sering kali disematkan padaku dan namaku disematkan pada-mu Tak heran.. karna memang kita selalu bersama, bag sepasang sendal jepit atau bag kertas dan pena. kita saling melengkapi. kadang sama-sama jelek dan sama-sama bagus. kadang saling meninggalkan namun tak lupa pulang dan saling mencari. kita pernah bergumul dalam lumpur, berkubang dalam debu bersama, Berteriak bersama, tertawa ngakak walau tanpa alasan. Kita bersama.. Saling menguatkan meski sering tak sejalan. Pertengkaran kita bagaikan perang saudara, seakan tak pernah akan akur lagi. Namun setelah sesi diam yang tak pasti waktunya, kita "bicara" lagi dan berpelukan lagi Ah.. sebenarnya aku ingin lupa denganmu. sebenarnya aku ingin lari dari hadapanmu sebenarnya aku ingin tak bertemu denganmu lagi. TAPI AKU RINDU.. Mungkinkah kedatanganmu dalam mimpiku.. ...untuk memegang tanganku lagi? ...hendak menepuk-nepuk bahuku? ... hendak memberi hati dan telingamu dan terisak lalu tertaw

JALAN INI-KAH???

Thn 2015 Waktu itu gw sedang kuliah semester akhir, pergi ke Bali, dan bertemu sahabat. disana kusampaikan segala penat dan pergumulan batin.. termasuk pertanyaan yang bercokol di pikiranku "QUO VADIS DOMINO?" Tak sengaja, ketika bertemu sahabat, bekenalan dengan sahabat baru, sesaat. Melalui kartunya (TAROT), mulai dibaca-nya jalan panjang yang akan kulalui. namun suaranya sayup, tak terdengar jelas di ingatanku, meski terdengar jelas di telingaku. Ketika jalan yang diramalkannya itu kulalui, saat itu pula terhenyak dengan jelasnya suara-nya yg waktu itu menghilang di antara deburan ombak. "Semua baik, kecuali 2 titik yang akan sangat terjal dalam perjalananmu" menyadari hal ini, pertanyaan baru muncul lagi "INIKAH YG NAMANYA TAKDIR?" mengapa bisa persis seperti yang diramalkan? apakah Usaha dan Doa tak ada pengaruhnya? Semoga aku dikarunia-i hati dan pikiran yang hening dan bening agar dapat memahami maksud-Nya yang sering kali menjadi

Cukup, Sampai di Sini Saja......

Senja ini, saat mentari kembali keperaduannya, udarapun semakin dingin. Dari pada segera tertidur, aku memilih untuk merenungkan kembali perjalanan hidupku, ingin mengenang dan bersyukur atas pengalaman dan cinta yang kuterima dari keluargaku. Alunan biola yang terdengar merdu ditelinga, membawaku pada dua anak kecil berusia 4-5 tahun, Dera dan Gina, adiknya. Mereka bermain peran anak-anakan. Bermain di pertukangan karena tak diijinkan main diluar, bermain disamping ayahnya yang sedang membuat kecapi. Dera menggendong anak yang dibentuknya dari kain sarung, bersama Gina yang berperan menjadi tetangga. Tak terasa sudah berjam-jam dia disana. Hasrat ingin melihat dunia luar dan bermain dihalaman yang luas, menjerit minta dipenuhi. Namun ketakutan sang ayah pada Paneket (paneket = pembunuh) yang dikabarkan sedang berkeliaran diluar sana membuat sang ayah bersikeras untuk tidak membiarkan Dera bermain di luar. Dengan sembunyi-sembunyi, mereka mengendap-endap keluar dari pintu