Malam ini aku bertemu dengan Icha.
Dia tampak lelah. Kegalauan yang tersimpan dihatinya tersirat jelas dirahut
wajahnya. Tawanya yang renyah tiap hari, senyumnya yang merekah tersungging
dibibirnya setiap kali ia datang, tampak samar. Hari ini, mendung yang pekat menggelayut
tebal dalam hatinya.
“Icha…..”
Ia tersentak mendengar namanya
disebut. Tampaknya ia masih hanyut dalam alunan lagu kematian yang
dinyanyikannya tiap waktu dalam hatinya. Lagu kematian untuk harapan yang
menipis dari waktu ke waktu. Lagu kematian yang mengiringi matinya harapan dan
berubah menjadi sebuah bentuk pemberontakan. Nyanyian kematian yang membuat
wajahnya pucat pasi, dan………………….
“Icha….”
“oh. Iya ya… ada apa?” sahutnya
dengan gugup.
“ada apa dengan-mu? kamu sakit?”
“ah nggak koq, aku baik-baik aja”
“oh… ya udah kalo gitu. Aku hanya
ngeliat kamu nggak seperti biasanya. Hm… ya udah. Tetep semangat yah” Icha
menatap Getha, berlalu dengan riang, seakan tak ada suatu hal yang membebani
langkahnya. Ada sepercik rasa iri dalam hari Icha. Namun ia tak tahu bagaimana
menamakannya. Yang ia tahu Getha bahagia dan saat ini hati Icha terselubung
kabut tebal yang membuatnya tak mampu menatap bintang dilangit, penyemangat
dalam hidupnya kala hati gundah gulana. Sesampai dimeja kerjanya, Icha duduk
diam dan tepekur. Ditariknya nafas panjang dan dalam, seakan satu tarikan tak
cukup untuk mengisi paru-parunya. Hiruk pikuk suasana kantor hari ini tak
sedikitpun meramaikan hatinya.
Sebuah bingkai harapan yang
dipajang dihatinya beberapa waktu lalu, ditatapnya dengan seksama. Diam. Bisu. Ketika
potret harapan itu menjadi hidup, segera dipadamkannya. “nggak.. itu semua
nggak boleh hidup lagi. Potret itu hanya bagian mati yang nggak akan aku
biarkan bersemi lagi. Dia nggak boleh hidup lagi”. Suara yang keluar dari batin Icha,
menghempaskan jiwanya ke jurang kesepian yang lebih dalam. Saat itulah dia
sadar, ia butuh seseorang disampingnya, meski hanya untuk menemaninya.
“Getha…., aku butuh kamu, temani
aku dong, aku butuh kamu disini”.
“Icha… aku ada disini. Tenanglah,
jangan bicara, kamu akan baik-baik aja. Ada aku disini”
Kebisuan yang panjang tercipta
diantara merek. Tanpa sebuah pertanyaan atau kata peneguhan. Hanya sebuah rasa
aman dan percaya, ada Getha disisinya. Tanpa sebuah harapan dan pinta, tanpa sebuah
keinginan atau penolakan, hanya ada kebisuan dan diam,
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------.
Tak terasa sekian lama, waktu telah berlalu, kebisuan itu, diam yang panjang itu
menghangatkan kembali jiwa Icha yang kaku. Meski masih takut untuk berharap,
meski masih ragu memandang dunia, namun hidup tanpa pinta, tanpa mengharapkan
dan tanpa penolakan untuk melihat realita, ternyata memberi ketenangan pada jiwa
yang beku.
Honesty.... salam kenl :)
BalasHapus