Langsung ke konten utama

Just want to write and share again



Ntah kenapa… suasana kantor pagi ini dingin dan nggak bersahabat. Yang satu datang dengan wajah merengut. Yang lain datang dengan wajah yang datar and no expression. Yang lain datang dengan kemarahan yang terungkap dan suasana pagi ini menjadi nggak enak. God… capek deh…. Udah lelah ngadapin jenis kerjaan yang nggak ada selesai-selesainya (nggak ada keputusan dari user), belum lagi kandidiat yang mau diproses mbatalkan janji temu seenak jidat, tanpa pemberitahuan, ditambah lagi pandangan pihak management yang kayak nggak nganggap ni divisi perlu. Cape deh…. So dari pada mpe sore makin nggak betah kerja mending sekarang aku salurin deh, nulis aja…. Sebenarnya aku nggak kepengen ngeluh dan selama ini nggak ngeluh soal kerjaan eeehhhh…. Jebol juga pertahanan gua. Dari pada share ma tetangga yang udah pada BT juga ma management and get bored, bakalan makin panas dahn kuping nih ndengar keluhan negatif mpe seharian termasuk makan siang mpe selesai jam kantor. So… ya udah… ijin refreshing ntar ya God… J

Oh ya aku mau cerita tentang perjalanan minggu nih aja.
Minggu 25 Agustus.
Pukul 09:00 WIB, misa pagi selesai. Ketika keluar dari pintu gereja Katedral, Jakarta, aku melihat banyak orang, potret sana potret sini, ingin mengabadikan menara gereja yang memang bagus banget. Setelah mampir sebentar kerumah “Ibu”, aku keluar kompleks gereja dan duduk diseberang jalan, dihalte bus depan gereja. Sengaja kuambil jarak pandang agak jauh, aku ingin menikmati desain dan gaya bangunanya yang khas banget. Sebenarnya pertama kali masuk digereja ini, aku nggak terlalu tertarik dengan arsitektur bangunannya, terlalu ribet. Namun sejak misa pagi ini, kesan itu berubah. Setiap detail, lekak-lekuk dan interior bangunan dan lain-lainnya semakin menarik dipandang mata dan mbawaku pada sebuah perjalanan batin menuju Sang Hyang Punya. Unik dan indah. Sebagai awam, aku nggak ngerti sama sekali dunia seni bangunan, namun setiap lekukan dan bentuk yang aku lihat membawaku pada satu kekaguman “kecerdasan untuk mencipta keindahan yang dipadu dengan spiritualitas yang tersirat dalam setiap lekukan dan garisannya” dan akhirnya mengagumi Sang Maestro, sumber keindahan dan kecerdasan itu.


Senin lalu, 26 Agustus dalam perjalanan “Nyawah”, kulihat mbah Karwo dan Mbak Sarjono, duduk berdua di gardu RT 01. Ngorol santai sambil nge-teh. Rambut putih dikepala dan jenggot, serta tongkat ditangan masing-masing menunjukkan rentang usia mereka yang tampaknya sudah berkepala tujuh. Kesejukan dan keheningan masa senja tersirat diwajah mereka, dan mengalir kesudut hatiku. Ada rasa senang bergelayut dalam hati, ketemu pemandangan yang selama ini memang kusukai. Tanpa sengaja nguping, kudengar obrolan mereka. Tentang rencana akhir minggu, ngunjungi temen lama di Bogor. J saatnya manikmati usia senja, batinku.

Siang ini, aku tiba di halte busway lagi, seperti hari-hari sebelumnya. Sambil cari prospek aku duduk santai di bangku kecil halte. Dan decak kagum berulang kali tercetus dari mulutku sambil geleng2 kayak nana India “Salut… salut’ aku salut dengan kegagahan busway yang disetir dengan manis dan anggun oleh mahluk yang dulunya dianggap lemah oleh kaum adam bahkan oleh kaum hawa itu sendiri. Dia adalah para ibu. Ckckckkckc….
Nah…. Karna waktu sudah menunjukkan bahwa waktunya mulai kerja, aku macul dulu yah…
Good morning God…. Go with me please…. Go J

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TAPI memang AKU RINDU

Thn 2011. nama-mu sering kali disematkan padaku dan namaku disematkan pada-mu Tak heran.. karna memang kita selalu bersama, bag sepasang sendal jepit atau bag kertas dan pena. kita saling melengkapi. kadang sama-sama jelek dan sama-sama bagus. kadang saling meninggalkan namun tak lupa pulang dan saling mencari. kita pernah bergumul dalam lumpur, berkubang dalam debu bersama, Berteriak bersama, tertawa ngakak walau tanpa alasan. Kita bersama.. Saling menguatkan meski sering tak sejalan. Pertengkaran kita bagaikan perang saudara, seakan tak pernah akan akur lagi. Namun setelah sesi diam yang tak pasti waktunya, kita "bicara" lagi dan berpelukan lagi Ah.. sebenarnya aku ingin lupa denganmu. sebenarnya aku ingin lari dari hadapanmu sebenarnya aku ingin tak bertemu denganmu lagi. TAPI AKU RINDU.. Mungkinkah kedatanganmu dalam mimpiku.. ...untuk memegang tanganku lagi? ...hendak menepuk-nepuk bahuku? ... hendak memberi hati dan telingamu dan terisak lalu tertaw

JALAN INI-KAH???

Thn 2015 Waktu itu gw sedang kuliah semester akhir, pergi ke Bali, dan bertemu sahabat. disana kusampaikan segala penat dan pergumulan batin.. termasuk pertanyaan yang bercokol di pikiranku "QUO VADIS DOMINO?" Tak sengaja, ketika bertemu sahabat, bekenalan dengan sahabat baru, sesaat. Melalui kartunya (TAROT), mulai dibaca-nya jalan panjang yang akan kulalui. namun suaranya sayup, tak terdengar jelas di ingatanku, meski terdengar jelas di telingaku. Ketika jalan yang diramalkannya itu kulalui, saat itu pula terhenyak dengan jelasnya suara-nya yg waktu itu menghilang di antara deburan ombak. "Semua baik, kecuali 2 titik yang akan sangat terjal dalam perjalananmu" menyadari hal ini, pertanyaan baru muncul lagi "INIKAH YG NAMANYA TAKDIR?" mengapa bisa persis seperti yang diramalkan? apakah Usaha dan Doa tak ada pengaruhnya? Semoga aku dikarunia-i hati dan pikiran yang hening dan bening agar dapat memahami maksud-Nya yang sering kali menjadi

Cukup, Sampai di Sini Saja......

Senja ini, saat mentari kembali keperaduannya, udarapun semakin dingin. Dari pada segera tertidur, aku memilih untuk merenungkan kembali perjalanan hidupku, ingin mengenang dan bersyukur atas pengalaman dan cinta yang kuterima dari keluargaku. Alunan biola yang terdengar merdu ditelinga, membawaku pada dua anak kecil berusia 4-5 tahun, Dera dan Gina, adiknya. Mereka bermain peran anak-anakan. Bermain di pertukangan karena tak diijinkan main diluar, bermain disamping ayahnya yang sedang membuat kecapi. Dera menggendong anak yang dibentuknya dari kain sarung, bersama Gina yang berperan menjadi tetangga. Tak terasa sudah berjam-jam dia disana. Hasrat ingin melihat dunia luar dan bermain dihalaman yang luas, menjerit minta dipenuhi. Namun ketakutan sang ayah pada Paneket (paneket = pembunuh) yang dikabarkan sedang berkeliaran diluar sana membuat sang ayah bersikeras untuk tidak membiarkan Dera bermain di luar. Dengan sembunyi-sembunyi, mereka mengendap-endap keluar dari pintu