Langsung ke konten utama

Ketika Pintu Sudah Tertutup Rapat

Andai di dunia ini ada alat ukur yang bisa dipakai untuk menyelami hati, aku ingin mbelinya dan memberikannya padamu, agar kamu tau bahwa tak ada dusta dihati. Satu hal yang aku inginkan hanya mendapatkan kepercayaan darimu. Karena semua yang kamu pikirkan adalah kebenaran mutlak untukmu. Meski aku tau bahwa tak ada dusta dan kepalsuan dalam hatiku dan bahwa memang sebenar benarnya aku mencintaimu apa adanya, tak ada perselingkuhan atau pertemuan tersembunyi antara aku dan dia yang pernah hadir dalam hatiku. Namun kamu selalu curiga, maka aku pilih untuk break sementara waktu. Aku pikir semua itu adalah waktu untuk kita namun ternyata engkau menutup pintu itu untuk selamanya. Sekarang biarlah hidup aku lalui seperti ini. Seorang diri. Biarlah engkau hidup dengan kepercayaan yang mas punya bahwa aku adalah pendusta yg penuh kemunafikan. Tak ada guna memaksakan diri untuk mempercayaiku. Mungkin mas berpikir bahwa aku sedang mencoba menjalin relasi lagi dengan orang lain atau mencari seseorang yang lain. Tapi mas salah besar karna aku lebih memilih sendiri daripada mencari yang lain. Pada akhirnya jika hatimu mang bisa melihat, engkau akan melihat kebenaran itu.

Tetapi saat ini aku merasa semua itu mustahil, karna bagaimana caranya melihat sementara pintu sudah tertutup rapat?

Jika aku ditanya, aku ingin pintu itu terbuka kembali. aku ingin masuk dan tak keluar lagi. Namun semua sudah terlambat karna pintu sudah tertutup. so apapun yang terjadi semuanya hanya sebuah harapan yang ngga pernah ada ujung pangkalnya. namun aku akan menunggu, mengetuk dan berharap barangkali ada mujizat kesempatan "mbok mnowo tiba tiba ada malaikat yang mengtuk hatimu untuk membuka kembali pintu itu untuk skejap. aku kangen padamu mas. aku sayang padamu dan aku ingin pulang. Selamanya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perjalanan setahun, tahun lalu- hingga tanggal ini tahun ini

     Genap setahun aku menjalani hidup ini, di dunia yang berbeda dengan yang sebelumnya. Jika harus menyimpulkan dengan satu kata aku mengalami masa setahun ini dengan masa galau tingkat tinggi. Kegalauan ini terutama berkaitan dengan pengalaman perjalanan hati di dua periode. Periode pertama dan kedua sama-sama mengenaskan. Periode pertama ceritanya begini. Kusadari bahwa ada rasa cinta pada seseorang. Jiwa dan raga, seluruhnya terarah padanya. Namun ternyata aku hanya berbicara pada telinga yang tertutup, hati yang beku dan bisu. Aku berteriak pada batu karang. Pintu yang kuketuk ngga ada penghuninya, namun hatiku masih bilang “ia ada dirumah, ia hanya belum dengar suaraku” namun semakin keras memanggil, semakin kuat pintu itu terkunci. Suaraku akhirnya parau dan aku kehabisan tenaga, lelah jiwa dan raga. Seperti anak-anak, yang memanggil-manggil mamanya, namun tak didengar, aku sedih, marah dan berontak. Semua kuanggap sampah dan tak berarti. Tak ada harapan, ...

Perjalanan II

29 Juni 2014. Karna baru bisa tidur setelah subuh, maka hari ini Icha bangun siang. Waktu telah menunjukkan pukul 09:30 WIB, saat Icha terjaga dari tidurnya. Mungkin jika telephone selulernya tak berbunyi ia masih terlelap dalam tidurnya. Untung hari ini adalah hari libur jadi bangun siang tak jadi soal. Setelah menyegarkan diri dengan mandi dan minum susu segelas, Icha berniat hendak meditasi. Diambilnya sikap duduk yang enak dan mulai menjelajah di-alam kesadaran yang dalam (meditasi). Ketika nafas telah tenang, mata terpejam, dipersilahkannya sang Khalik berbicara. Namun ia terperanjat ketika peristiwa yang membangunkannya dari tidur tadi malam, ternyata hadir kembali dengan nyata dalam peziarahannya siang ini. Setelah ditanyakannya pada ruang batin, ia dibawa kembali pada rasa takutnya pada peristiwa mencekam dihari sebelumnya. Dan……… lalu gelap. Perlahan Icha membuka mata, diakhirinya meditasi siang ini. Ia mulai memasak dan bergegas hendak ke gereja.   Sekem...

Pejalanan III

1 Juli 2014 Semesta.. aku ingin bercerita tentang perjalanan hari ini. Tadi malam aku bermimpi lagi. Dalam mimpi itu ada adegan yang temanya “mau kondangan”. Ada mama, adekku (mama Togi), ka Puninta dan beberapa keluarga dekat lainnya. Kami semua sedang berkemas, dandan, mau pergi kondangan. Bajunya warna dominan hijau, warna yang aku suka. Dandananku sangat sederhana namun aku suka. Sedangkan yang lainnya termasuk mama, semuanya dengan polesan bedak yang lumayan tebal, tapi pucat, sampai aku agak-agak kesulitan untuk mengenali mereka. “sebentar… aku coba ngeliat kalian satu persatu dulu, biar ntar aku bisa ngenalin kalian satu persatu” ujarku sambil tertawa namun serius. Tiba-tiba ketika acara dandan masih berlangsung, hujan deras turun dan aku harus naik perahu untuk pergi kesuatu tempat, mencari sesuatu (bekal perjalanan, kurang jelas apa itu), setelah itu kembali lagi ketempat mama dan yang lainnya, dan mereka masih disana. Lalu kami berangkat dengan kendaraan, ngga jelas ...