Langsung ke konten utama

PerEMPUan



Menurut kamus bahasa Indonesia (Versi sendiri), kata Perempuan itu berasal dari kata “Per-EMPU-an”. sedangkan menurut kamus bahasa Indonsia yang benar (Versi sebenarnya), Empu itu berarti “orang yg sangat ahli (terutama ahli membuat keris),  Tuan”. Empu itu juga berarti yang Empunya, jadi yang “MEMPUNYAI”. Sejauh mata hatiku melihat dan jiwa raga memahami/mengalami, perempuan itu memang adalah “EMPU”. Dia AHLI, TUAN (ORANG KUAT), dia MEMILIKI (DAYA).
Orang seringkali menggolongkan perempuan itu sebagai orang lemah. Secara fisik (untuk mengangkat beban fisik, misalnya) mungkin dia lebih lemah dibandingkan dengan laki-laki. Namun, dalam banyak hal, ternyata perEMPUan memiliki kekuatan, jauh melebihi laki-laki.
Jika kita lihat sejenak, pemandangan harian yang ada disekitar kita, laki-laki bekerja diluar rumah. Mungkin, dari pagi hingga malam. Pagi hari, sebelum berangkat kerja, duduk sambil minum kopi dan baca Koran, atau hanya sekedar duduk saja, sambil menanti sarapan pagi siap untuk disantap. Pulang kerumah, duduk lagi, menanti si perEMPUan menyediakan makanan dan minuman.
Lalu, mari kita arahkan pandang pada dunia perEMPUan. Pagi hari bangun subuh-subuh, lalu masak dan nyiapin sarapan pagi untuk anak dan suami tercinta. Berangkat kerja, sama seperti suami, seharian juga. Mungkin sore atau malam baru nyampe rumah. Tapi pekerjaan rumah tangga, ngurus anak dan suami, menanti. That’s mean, sepanjang hari dari subuh hingga hari berakhir, perEMPUan bekerja. Ketika anak ngelakuin kesenangan karena dorongan darah mudanya (yg mungkin nggak terkendali) maka si perEMPUan adalah sasaran empuk untuk disalahkan. Dan perempuan menanggung tanggung jawab itu dengan anggun.
Ketika bepergian, si perEMPUan mampu membawa ini dan itu, ditangan kiri, kanan, bahu, (bahkan didaerahku, ada yang juga sambil njunjung barang dikepala), sambil menggendong sibuah hati, plus anak satunya lagi (jika ada). PerEMPUan mampu melakukan semua itu dengan indah.
Dia yang paling bahagia ketika anaknya berbahagia dan dia yang paling sedih bila anaknya sedih (Setidaknya, demikian yang kualami), tanpa menjadi terpuruk. Meski dia sedih, namun bahunya selalu siap untuk menjadi penadah air mata dan tempat bersandar. Ia memberi penguatan dan hiburan meski dengan caranya yang kadang sulit untuk diterima hati kami sebagai anak. Dan dia mampu melakukan semua itu dengan mempesona.
Hal lain adalah, ketika sisuami meniggal (jadi janda beranak), biasanya, atau mayoritas, si perEMPUan akan memilih membesarkan sendiri si buah hati daripada menikah lagi. Pernah aku mencoba untuk sensus penduduk (tak resmi=tetangga kiri kanan dan warga desa yang masih kukenal). Sensusku ini ingin melihat realita/statistik daya tahan lama hidup janda atau duda (kaum sepuh) yang kehilangan pasangannya karena panggilan Ilahi. Kutemukan bahwa jika yang memenuhi panggilan duluan adalah istri, si duda bisa jadi nikah lagi atau segera menyusul belahan jiwanya, menghadap Sang Khalik. Sebaliknya, ketika yang dipanggil duluan adalah suami, si janda (perEMPUan) tak akan menikah lagi dan usianya relative lebih lama. Kesimpulan sekilas yang aku tarik adalah perempuan ternyata adalah orang yang sangat kuat. Ia tahan menderita, meski tangis terkadang mewarnai hidupnya. Ia kuat menanggung beban berat dan survive ditengah badai hidup.
Tentu nggak setiap perEMPUan seperti itu dan tentunya juga masing-masing kaum punya kekuatan dan kelebihan masing-masing, namun dalam ulasan kali ini, aku ingin melihat kaumku. Kaum yang sempat kutolak juga, namun menjadi kaum yang kukagumi dan kucintai diusiaku yang ke 21 (kurang lebih 11 tahun yang lalu). Awal kekagumanku pada kaum ini juga, menjadi awal berseminya cinta-ku yang paling tulus untuk perEMPUan terhebat yang aku temukan, Mama. Thank u mam, thanks my angel… Love You so much.
Thank  You Jesus…. Debata-ku…. Thank You for the angel that You Gave me in this world.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perjalanan setahun, tahun lalu- hingga tanggal ini tahun ini

     Genap setahun aku menjalani hidup ini, di dunia yang berbeda dengan yang sebelumnya. Jika harus menyimpulkan dengan satu kata aku mengalami masa setahun ini dengan masa galau tingkat tinggi. Kegalauan ini terutama berkaitan dengan pengalaman perjalanan hati di dua periode. Periode pertama dan kedua sama-sama mengenaskan. Periode pertama ceritanya begini. Kusadari bahwa ada rasa cinta pada seseorang. Jiwa dan raga, seluruhnya terarah padanya. Namun ternyata aku hanya berbicara pada telinga yang tertutup, hati yang beku dan bisu. Aku berteriak pada batu karang. Pintu yang kuketuk ngga ada penghuninya, namun hatiku masih bilang “ia ada dirumah, ia hanya belum dengar suaraku” namun semakin keras memanggil, semakin kuat pintu itu terkunci. Suaraku akhirnya parau dan aku kehabisan tenaga, lelah jiwa dan raga. Seperti anak-anak, yang memanggil-manggil mamanya, namun tak didengar, aku sedih, marah dan berontak. Semua kuanggap sampah dan tak berarti. Tak ada harapan, ...

Perjalanan II

29 Juni 2014. Karna baru bisa tidur setelah subuh, maka hari ini Icha bangun siang. Waktu telah menunjukkan pukul 09:30 WIB, saat Icha terjaga dari tidurnya. Mungkin jika telephone selulernya tak berbunyi ia masih terlelap dalam tidurnya. Untung hari ini adalah hari libur jadi bangun siang tak jadi soal. Setelah menyegarkan diri dengan mandi dan minum susu segelas, Icha berniat hendak meditasi. Diambilnya sikap duduk yang enak dan mulai menjelajah di-alam kesadaran yang dalam (meditasi). Ketika nafas telah tenang, mata terpejam, dipersilahkannya sang Khalik berbicara. Namun ia terperanjat ketika peristiwa yang membangunkannya dari tidur tadi malam, ternyata hadir kembali dengan nyata dalam peziarahannya siang ini. Setelah ditanyakannya pada ruang batin, ia dibawa kembali pada rasa takutnya pada peristiwa mencekam dihari sebelumnya. Dan……… lalu gelap. Perlahan Icha membuka mata, diakhirinya meditasi siang ini. Ia mulai memasak dan bergegas hendak ke gereja.   Sekem...

Pejalanan III

1 Juli 2014 Semesta.. aku ingin bercerita tentang perjalanan hari ini. Tadi malam aku bermimpi lagi. Dalam mimpi itu ada adegan yang temanya “mau kondangan”. Ada mama, adekku (mama Togi), ka Puninta dan beberapa keluarga dekat lainnya. Kami semua sedang berkemas, dandan, mau pergi kondangan. Bajunya warna dominan hijau, warna yang aku suka. Dandananku sangat sederhana namun aku suka. Sedangkan yang lainnya termasuk mama, semuanya dengan polesan bedak yang lumayan tebal, tapi pucat, sampai aku agak-agak kesulitan untuk mengenali mereka. “sebentar… aku coba ngeliat kalian satu persatu dulu, biar ntar aku bisa ngenalin kalian satu persatu” ujarku sambil tertawa namun serius. Tiba-tiba ketika acara dandan masih berlangsung, hujan deras turun dan aku harus naik perahu untuk pergi kesuatu tempat, mencari sesuatu (bekal perjalanan, kurang jelas apa itu), setelah itu kembali lagi ketempat mama dan yang lainnya, dan mereka masih disana. Lalu kami berangkat dengan kendaraan, ngga jelas ...