Hari Sabtu, 28 Juni 2014.
Hari ini, Icha pergi kesebuah
tempat. Tempat bersejarah untuknya dan untuk seseorang. Sengaja berangkat pagi,
agar indahnya danau dan indahnya hati yang akan ditemuinya disana, terasa
getarnya. Pagi itu diawali dengan sebuah pemandangan. Seorang kakek tertawa
bahagia sambil melambaikan tangan. Bahagia yang tersirat diwajahnya mbuat Icha
spontan menggerakkan badan pada arah yang sama dengan lambaian si kakek. Dibalikkannya
badan dan berdiri mematung sambil berharap waktu akan berhenti sejenak, agar
bisa mengabadikan bahagia mereka, meski ia sendiri tak tahu dengan apa akan diabadikan
moment itu. Tanpa bicara sepatah katapun, ia lanjutkan perjalanan, hingga tiba
ditempat tujuan dengan hati damai. Sesamapainya ditujuan, ia meletakkan dan
melepas alas kaki. Mulai memandang kekejauahan sambil menunggu seseorang yang
akan ia temui hari itu.
Tak berapa lama, ia datang.
mereka berbicara dari hati ke hati dan ditutup dengan pesta kecil dengan
makanan yang ia bawa hasil belajar masak hari ini.
Melihat
orang yang dicintainya mulai ngantuk dan sepertinya butuh istirahat, diajaknya
ia pulang. Kata hati yang terdengar keras agar tak pulang ketempat kekasihnya,
tak digubrisnya. Dan….
Dipenghujung hari, ketika Icha
hendak kembali kerumahnya, mereka berbincang lagi. Berbincang tentang rute
perjalanan dan aral yang melintang didepan mata. Dan hari itu berlalu masih
dengan misteri, laksana misteri rasa yang terbenam dalam batin, jiwa.
Merasa
hari ini, berlalu dengan indah, meski ada aral melintang, Ichapun terlelap
dipelukan malam. Gejolak dan badai di dada dibawanya serta. Dalam tidurnya
badai itu terbingkai dalam satu adegan. Sebuah peristiwa ditepi pantai,
ditengah malam sepi.
Ada mama, ada dua orang lain dan
Icha. Ntah sedang apa, tak begitu jelas. Namun sepertinya sedang menikmati
sesuatu, yang membuat mereka merasa senang. Icha tampak bahagia, meski demikian
wajahnya tak bisa menyembunyikan rasa was-was, seakan sedang menjaga sesuatu.
Lalu ia masuk ke dalam rumah, hanya sebentar. Disaat itulah, dua orang
berpakaian layaknya aparat keamanan datang dan menyeret mamanya pergi. Dalam
sekejap hilang, dibawa pergi. Yang sempat ia dengar adalah suara mama yang
tampak bingung, sedih dan kecewa, setengah berteriak “ ai dia do’on Icha.. ai
dia do’on Icha (kurang lebih terjemahannya ‘lho.. maksudnya apa ini Icha, mama
ngga ngerti, maksudnya apa?)”. Sementara Icha masih shock, mama yang
dicintainya kog tiba-tiba dibawa pergi, tak tahu harus berbuat apa. Badannya
yang merasa ketakutan mbuatnya sempat ingin bersembunyi. Namun cintanya pada
sang mama mbuat rasa takut itu hanya bertahan 2 detik dan nalurinya sebagai
anak membawa kakinya menghambur keluar, shock, ia mengejar mamanya sambil
menangis berteriak “Mamaaaaa…”. ia semakin terpukul dan shock karna dalam
hitungan 10 detik mamanya sudah hilang, tak tau arah yang harus dituju
untuk mengejar, dan tak bisa mengenali dengan jelas siapa yang bawa. Dan …
terbangun, tak bisa tidur lagi.
Komentar
Posting Komentar