Langsung ke konten utama

Aku menginginkan "Berantem yg Sportif"

Suatu kali, ada konflik antara aku dan salah seorang kawan. Ada satu hal yang membuatnya sangat marah. Padahal menurutku, itu hanya sebuah hal sepele yang bisa saja dibicarakan dengan baik. Soal meletakkan barang. 
"lho.. jadi ini punyamu??? apa maksudmu?" tanyanya dengan nada tinggi, ketika aku sempat lewat dari tempat mencuci piring.
"oh iya itu barangku" sahutku dengan tenang. 
Aku tak tahu kalau ternyata situasinya panas seperti itu dan menurutku dia "ngamuk". Jujur aku ngerasa marah dan terkejut dengan reaksi itu. dia ngomel dan tidak berbicara dengan-ku, maksudnya dia ngomel sendiri tetapi tidak mengarahkan ucapan itu langsung padaku. ini yang membuatku juga sangat marah meski aku sadar bahwa soal meletakkan barang itu adalah salahku. aku merespons namun sama seperti dia tak alngsung kedia.

Setelah kejadian pagi itu... aku berusaha untuk refleksi, berdialog antara hati, budi dan perasaanku "ya.. aku memang salah dan tidak masalah dia memberitahu kesalahanku, agar ada perbaikan lain waktu. Tapi aku juga merasa sangat marah dengan "cara" (marah-marah dan ngomong tidak langsung ke aku). 

Dalam diamku aku datang pada seorang yang netral yaitu sang sahabat yaitu diriku sendiri dan seluruh aspek diriku, bersama Dia, di sebuah puri, membicarakan hal ini dengan mereka, mengobati hati yang luka dan marah dalam proses "Letting Go".

Saat itu sepi yang mengganjal membawaku pada sebuah pemandangan hidup, pengalaman bersama seorang sahabat lain yg pernah hadir dalam hidupku, Ren. Bersamanya kualami indahnya hidup, bersamanya kutemukan sebuah perjalanan penuh makna "persahabatan dan pertengkaran  sportif yang membawa hidup" aku merindukan "berantem yang sportif". Yang masing-masing, baik dia maupun aku, bertemu dalam pertengkaran yang saling mendengarkan. Meski itu sakit, meski telinga tak ingin mendengarkan suaraku, meski tak ingin mendengarkan suaranya dan melihat wajahnya, namun baik dia maupun aku tetap duduk dan membuka telinga dan hati. Satu persatu kita punya giliran bicara dan tetap mendengarkan.

Sebab.... ketika masalah tak selesai dan kita masing-masing "Ngomel sekeras baja atau seluas samudra"  itu seperti luka bakar yang diedel2 tapi tak diberi apa-apa,. Yang ada adalah luka dan menjadi borok.  Berbicara, (berantem dengan sportif) itu sama dengan Operasi, luka dan borok itu diedel-edel untuk mengobati hingga tak berbekas atau bahkan mungkin akan lebih bagus dari sebelum luka.

Ternyata "BERANTEM dengan SPORTIF itu MEMBEBASKAN dan MENGHIDUPKAN
aku merindukannya. and I'll try it again :D
Honey Babey.... Thank u

Letting Go for Freedom and Life

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TAPI memang AKU RINDU

Thn 2011. nama-mu sering kali disematkan padaku dan namaku disematkan pada-mu Tak heran.. karna memang kita selalu bersama, bag sepasang sendal jepit atau bag kertas dan pena. kita saling melengkapi. kadang sama-sama jelek dan sama-sama bagus. kadang saling meninggalkan namun tak lupa pulang dan saling mencari. kita pernah bergumul dalam lumpur, berkubang dalam debu bersama, Berteriak bersama, tertawa ngakak walau tanpa alasan. Kita bersama.. Saling menguatkan meski sering tak sejalan. Pertengkaran kita bagaikan perang saudara, seakan tak pernah akan akur lagi. Namun setelah sesi diam yang tak pasti waktunya, kita "bicara" lagi dan berpelukan lagi Ah.. sebenarnya aku ingin lupa denganmu. sebenarnya aku ingin lari dari hadapanmu sebenarnya aku ingin tak bertemu denganmu lagi. TAPI AKU RINDU.. Mungkinkah kedatanganmu dalam mimpiku.. ...untuk memegang tanganku lagi? ...hendak menepuk-nepuk bahuku? ... hendak memberi hati dan telingamu dan terisak lalu tertaw

Cukup, Sampai di Sini Saja......

Senja ini, saat mentari kembali keperaduannya, udarapun semakin dingin. Dari pada segera tertidur, aku memilih untuk merenungkan kembali perjalanan hidupku, ingin mengenang dan bersyukur atas pengalaman dan cinta yang kuterima dari keluargaku. Alunan biola yang terdengar merdu ditelinga, membawaku pada dua anak kecil berusia 4-5 tahun, Dera dan Gina, adiknya. Mereka bermain peran anak-anakan. Bermain di pertukangan karena tak diijinkan main diluar, bermain disamping ayahnya yang sedang membuat kecapi. Dera menggendong anak yang dibentuknya dari kain sarung, bersama Gina yang berperan menjadi tetangga. Tak terasa sudah berjam-jam dia disana. Hasrat ingin melihat dunia luar dan bermain dihalaman yang luas, menjerit minta dipenuhi. Namun ketakutan sang ayah pada Paneket (paneket = pembunuh) yang dikabarkan sedang berkeliaran diluar sana membuat sang ayah bersikeras untuk tidak membiarkan Dera bermain di luar. Dengan sembunyi-sembunyi, mereka mengendap-endap keluar dari pintu

JALAN INI-KAH???

Thn 2015 Waktu itu gw sedang kuliah semester akhir, pergi ke Bali, dan bertemu sahabat. disana kusampaikan segala penat dan pergumulan batin.. termasuk pertanyaan yang bercokol di pikiranku "QUO VADIS DOMINO?" Tak sengaja, ketika bertemu sahabat, bekenalan dengan sahabat baru, sesaat. Melalui kartunya (TAROT), mulai dibaca-nya jalan panjang yang akan kulalui. namun suaranya sayup, tak terdengar jelas di ingatanku, meski terdengar jelas di telingaku. Ketika jalan yang diramalkannya itu kulalui, saat itu pula terhenyak dengan jelasnya suara-nya yg waktu itu menghilang di antara deburan ombak. "Semua baik, kecuali 2 titik yang akan sangat terjal dalam perjalananmu" menyadari hal ini, pertanyaan baru muncul lagi "INIKAH YG NAMANYA TAKDIR?" mengapa bisa persis seperti yang diramalkan? apakah Usaha dan Doa tak ada pengaruhnya? Semoga aku dikarunia-i hati dan pikiran yang hening dan bening agar dapat memahami maksud-Nya yang sering kali menjadi