Ketika aku masih SD, aku sering bermain2 dengan kain. Kadang kain itu aku pake sebagai bentuk pakaian adat. Kadang aku pakai sebagai lambang yang menunjukkan ciri khas agama tertentu, seperti pakaian biarawati Katolik atau jilbab orang Muslim atau pakaian seperti yang biasa dipakai oleh orang Hindu. Kadang aku memadukan semuanya. Semua itu aku lakukan karna aku merasakan keindahan, rasa kagum dan rasa damai ketika melihat perbedaan itu bisa hidup berdampingan di bumi Indonesia.
![]() |
Gereja KAtedral Jakarta & Mesjid Istiqlal
|
Secara khusus aku ingin membahas persahabatan dengan yang beragama Islam. Sewaktu kuliah, aku bersahabat lagi dengan seorang Muslim yang taat. Kali ini persahabatannya lebih menantang dan secara fisik terlihat jelas. Aku biarawati dengan pakaian khas biarawati, bersahabat dekat dengan seorang muslim, laki-laki. Dia orang yang taat dengan ajaran agamanya. Rajin sholat dan menurutku agamanya sangat kental namun tidak fanatik. Sebagai seorang teman, tak jarang aku ngingatin "Ncom... lu dah sholat? dah waktunya sholat tuh". Kami juga kadang berbagi pengetahuan dan pandangan (diskusi) tentang ajaran agama, bahkan tentang hal-hal sensitif berkaitan dengan agama. Namun kami tetap bisa menjadi teman baik. Sering sharing membuat kami bebas curhat mengenai apapun. Curhat tentang perasaannya dan cintanya dengan orang yang berbeda keyakinan dengannya, dan secara pribadi tak jarang juga aku sharing tentang hal-hal pribadi mengenai pergulatan sebagai seorang biarawati. Kadang justru aku lebih bebas mengekspresikan diri dan berdiskusi dengannya mengenai rasa dan kaharusan bagaimana mestinya sebagai biarawati dihadapannya dari pada dengan orang seagamaku. Intinya kami bisa bersahabat. Aku dan Oncom sering bersama. Diskusi dan mencari buku bersama. Pergi dengan motor berdua dan kami merasa bebas bersahabat tanpa takut ada pandangan negatif mengenai affair. Seorang biarawati bersahabat dengan lelaki Muslim yang taat itu menggembirakan buat aku. Laksana sebuah deklarasi bahwa semua agama mengajarkan damai, dan cinta. Iyup. Rasanya damai. ya, rasanya damai.
Selain itu aku juga ngalami pacaran dengan yang beragama Muslim.
Di Jakarta aku merasa sangat kagum dan senang, ketika melihat bahwa gereja Katedral dan mesjid Istiqlal berhadapan. Lambang kerukunan beragama. Btw, sejak melihatnya, aku ingin sekali masuk ke mesjid itu. Sudah kesampaian. Waktu sahabatku Oncom (Ricky Probo) ke Jakarta, kebetulan kami jalan disekitar mesjid itu, tepat pada saat waktunya sholat, jam 15:15 WIB. "Ncom.. ngga sholat? waktunya sholat tuh, kan mesjidnya deket". Akhirnya dia sholat di mesjid Istiqlal dan aku diajak masuk untuk pertama kali, seumur-umur. (Semoga yg membaca tulisan ini tak dianggapku menodai mesjid, tempat suci itu).
Ketika masuk disana aku merasakan aura kedamaian dan keindahan seperti yang kurasakan ketika masuk ke gereja. Selain itu, ketika melihat wanita Muslim dengan jilbab, rasanya juga damai. Ayem tentrem hati ini. Sama ayem tentremnya ketika melihat suster biarawati atau romo dengan jubah/pakaian khasnya. Tetapi kenapa jauh berbeda dinamika perasaan yang muncul ketika berhadapan dengan saudara muslim memakai jubah panjang dengan celana kowor2, dan jenggot dipanjangin? Bila tanpa sengaja bertemu dijalanan dengan mereka mestinya dinamika perasaan yang muncul sama. Damai. Namun ternyata tidak. Dinamika perasaan pertama yang muncul adalah rasa takut, cemas dan perasaan sejenis itu. Persepsi yang coba kunamai dari perjumpaan dengan mereka adalah kekerasan dan fanatisme. Aku merasakan kebencian yang dalam, tumbuh di hati mereka, terhadap orang yang berbeda keyakinan dengan mereka. yang menganggap orang yang berbeda keyakinan dengan mereka pantas untuk disingkirkan dari muka bumi, meski dengan cara yang ngga manusiawi sekalipun, sambil menyerukan nama Allah. apakah benar Allah yang mereka sembah mengajarkan untuk menyakiti orang yang berbeda keyakinan dengan mereka? apakah Allah mereka mengiyakan untuk menghancurkan manusia yang berbeda pandangan dan cara beribadah dengan mereka? Aku ngga sedang menuduh mereka atau orang yang fotonya aku unggah dalam tulisan ini bahwa mereka seperti itu. Aku hanya menceritakan dinamika perasaan dan persepsi yang timbul dalam diriku ketika berhadapan dengan kaum Muslim berjubah panjang, yang sering kutemui di jalanan Jakarta.
Aku percaya bahwa agama Islam maupun Katolik yang kuanut, sama-sama mengajarkan kebaikan dan cinta pada sesama. Mengajarkan penghargaan/respect pada manusia yang sama diciptakan Allah. Islam yang kukenal bukanlah agama yang menghalalkan segala cara, bukanlah agama yang mengajarkan bahwa orang yang berbeda keyakinan pantas untuk dibunuh. Islam dan Katolik sama-sama menghormati dan mencintai kehidupan dan orang yang berbeda keyakinan. Semoga hal ini juga tumbuh dihati saudaraku yang menganggap kami kafir dan layak dibunuh. Kita berbeda cara dalam beribadah, mungkin berbeda keyakinan juga (dalam beberapa hal). Namun Allah kita sama, Allah yang Esa. Allah yang menciptakan langit dan bumi dan segala isinya termasuk kita manusia. Amin.
Aku percaya bahwa agama Islam maupun Katolik yang kuanut, sama-sama mengajarkan kebaikan dan cinta pada sesama. Mengajarkan penghargaan/respect pada manusia yang sama diciptakan Allah. Islam yang kukenal bukanlah agama yang menghalalkan segala cara, bukanlah agama yang mengajarkan bahwa orang yang berbeda keyakinan pantas untuk dibunuh. Islam dan Katolik sama-sama menghormati dan mencintai kehidupan dan orang yang berbeda keyakinan. Semoga hal ini juga tumbuh dihati saudaraku yang menganggap kami kafir dan layak dibunuh. Kita berbeda cara dalam beribadah, mungkin berbeda keyakinan juga (dalam beberapa hal). Namun Allah kita sama, Allah yang Esa. Allah yang menciptakan langit dan bumi dan segala isinya termasuk kita manusia. Amin.
Komentar
Posting Komentar