Langsung ke konten utama

God... aku ingin Amnesia Parsial.



Aku ingin menulis lagi, setelah kelelahan yang melanda jiwa. 
Semua ini kuawali dari sebuah perjumpaan. Perjumpaan yang tak terencana, ditikungan jalan sempit Surabaya. Laksana seekor kupu-kupu, kau hinggap diantara kelopakku. Hadirmu meninggalkan jejak abadi. Baru kusadari hadirnya ketika bentuknya semakin jelas, makin mekar dan wangi baunya, menyebar keseluruh lekukan tubuhku, bahkan merembes memasuki seluruh pori-poriku. jejak itu menjadikan hariku indah dan hidup. Awalnya senyumku merekah menyadarinya dan ingin engkau tahu hal besar itu. Hati semakin mekar berbunga ketika kamu bilang “Iya aku juga sama. Sama senang karena aku juga ngalami hal yang sama”. Maka kuberanikan diri 'tuk membiarkannya tumbuh semakin besar, luas dan lebar, hingga tak ada tempat di dalam diri yang tak diisi oleh kamu.
Ternyata, aku salah. Itu semua mungkin hanya ilusi dan dambaan sipungguk yang merindu bintang. Aku ada dibumi dan kamu ada dilangit biru. Hanya bisa kutatap dan tak mampu kujangkau. Terlalu indah dan jauh untuk kumiliki. Hanya bisa memandang, memandang dan bahkan hayalkupun tak mampu menjangkaumu. Meski kuingin menggapai, namun aku harus sadar, bahwa semua itu memang benar-benar bagaikan sipungguk merindu bintang.
Sekali lagi, meski begitu, kuulurkan tanganku tuk nggapai. Kulakukan apa aja, paling tidak, mengurangi jarak yang memisahkan bumi dan langit. Kamu tahu kan bintang? Kamu tahu bahwa bagaimanapun caranya, si pungguk takkan pernah mampu menjangkau bintang, bukan?
Untuk itu aku kecewa dan …………… akhh aku .....ck. Tak ada kata yang terucap tuk memewakili sesal dan kesal dihati. Hanya diam dan bisu yang ada.
Aku ingin meminta pada-Mu Tuhan, bolehkah aku minta “ambillah segala memori yang mengingatkanku pada-nya?” Bolehkan aku memohon “biarkan aku amnesia parsial”? Agar tak ada getar dan memori yang tinggal. Kumohon, cabut akar memori ini. agar tak ada sepi yang mencekam laksana kubur dalam jiwa. Agar tak ada rasa lelah, sesal, dan siksa dalam jiwa.
Karena benih ini, yang kami manusia sebut sebagai “Tresna” membuatku sadar pada dua mata pedang dalam tubuh:
tresna: pedang bermata dua.
membuatmu tertawa, namun bisa membuatmu menangis  sedu sedan
Tresna itu membuat segalanya menjadi mudah,
tapi kadang membuat segalanya menjadi sulit.
Tresna itu membuat langit berbintang,
sekaligus membuat kabut tebal senantiasa bergelayut di langit sana
Tresna itu membuat seseorang berubah,
berubah sangat baik atau berubah sangat buruk.
Tresna itu menghidupkan yang mati, tapi sangat mungkin mematikan yang hidup.
Tresna. Ya Tresna. Membuat kepalaku pusing dan tak ingin membicarakannya.
            Jadi aku mau berhenti menulis lagi, sampai mata jiwa memberikan penanya lagi.
Jadi….. selamat malam. Aku ingin tidur, melewatkan hari ini. Terlalu lelah badan ini, terlalu lelah jiwa ini. Jadi, aku ingin menutup pintu ini, sampai engkau datang dan mengetuknya…. Lagi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TAPI memang AKU RINDU

Thn 2011. nama-mu sering kali disematkan padaku dan namaku disematkan pada-mu Tak heran.. karna memang kita selalu bersama, bag sepasang sendal jepit atau bag kertas dan pena. kita saling melengkapi. kadang sama-sama jelek dan sama-sama bagus. kadang saling meninggalkan namun tak lupa pulang dan saling mencari. kita pernah bergumul dalam lumpur, berkubang dalam debu bersama, Berteriak bersama, tertawa ngakak walau tanpa alasan. Kita bersama.. Saling menguatkan meski sering tak sejalan. Pertengkaran kita bagaikan perang saudara, seakan tak pernah akan akur lagi. Namun setelah sesi diam yang tak pasti waktunya, kita "bicara" lagi dan berpelukan lagi Ah.. sebenarnya aku ingin lupa denganmu. sebenarnya aku ingin lari dari hadapanmu sebenarnya aku ingin tak bertemu denganmu lagi. TAPI AKU RINDU.. Mungkinkah kedatanganmu dalam mimpiku.. ...untuk memegang tanganku lagi? ...hendak menepuk-nepuk bahuku? ... hendak memberi hati dan telingamu dan terisak lalu tertaw

Cukup, Sampai di Sini Saja......

Senja ini, saat mentari kembali keperaduannya, udarapun semakin dingin. Dari pada segera tertidur, aku memilih untuk merenungkan kembali perjalanan hidupku, ingin mengenang dan bersyukur atas pengalaman dan cinta yang kuterima dari keluargaku. Alunan biola yang terdengar merdu ditelinga, membawaku pada dua anak kecil berusia 4-5 tahun, Dera dan Gina, adiknya. Mereka bermain peran anak-anakan. Bermain di pertukangan karena tak diijinkan main diluar, bermain disamping ayahnya yang sedang membuat kecapi. Dera menggendong anak yang dibentuknya dari kain sarung, bersama Gina yang berperan menjadi tetangga. Tak terasa sudah berjam-jam dia disana. Hasrat ingin melihat dunia luar dan bermain dihalaman yang luas, menjerit minta dipenuhi. Namun ketakutan sang ayah pada Paneket (paneket = pembunuh) yang dikabarkan sedang berkeliaran diluar sana membuat sang ayah bersikeras untuk tidak membiarkan Dera bermain di luar. Dengan sembunyi-sembunyi, mereka mengendap-endap keluar dari pintu

JALAN INI-KAH???

Thn 2015 Waktu itu gw sedang kuliah semester akhir, pergi ke Bali, dan bertemu sahabat. disana kusampaikan segala penat dan pergumulan batin.. termasuk pertanyaan yang bercokol di pikiranku "QUO VADIS DOMINO?" Tak sengaja, ketika bertemu sahabat, bekenalan dengan sahabat baru, sesaat. Melalui kartunya (TAROT), mulai dibaca-nya jalan panjang yang akan kulalui. namun suaranya sayup, tak terdengar jelas di ingatanku, meski terdengar jelas di telingaku. Ketika jalan yang diramalkannya itu kulalui, saat itu pula terhenyak dengan jelasnya suara-nya yg waktu itu menghilang di antara deburan ombak. "Semua baik, kecuali 2 titik yang akan sangat terjal dalam perjalananmu" menyadari hal ini, pertanyaan baru muncul lagi "INIKAH YG NAMANYA TAKDIR?" mengapa bisa persis seperti yang diramalkan? apakah Usaha dan Doa tak ada pengaruhnya? Semoga aku dikarunia-i hati dan pikiran yang hening dan bening agar dapat memahami maksud-Nya yang sering kali menjadi